Satu lagi drama pembodohan yang dipertontonkan oleh birokrasi di negara yang "gila" ini.Dewi Persik dicekal di Tangerang terkait dengan aksi panggungnya yang dikatakan "seronok" dan mengumbar "birahi" para penontonnya..Alasan sang kepala daerah : Ini adalah permintaan rakyat,jadi tentu saja harus mengapresiasi "hati nurani" rakyat....
Lain Tangerang lain pula dengan yang terjadi di Yogyakarta.Feodalisme berbalut "kebudayaan" telah membuat rakyat Yogya seakan buta bahwa proses demokrasi harus tetap dilaksanakan.Permintaan bahwa Sri Sultan yang Agung harus menjadi Gubernur untuk tetap menjadikan Yogyakarta menjadi Istimewa direspon ,tentu saja, positif oleh orang-orang bermental "feodal".Dengan dalih ,sekali lagi, itu adalah suara rakyat makanya harus betul-betul diperhatikan...
Di sini saya hanya bisa bilang bahwa apa yang terjadi di atas merupakan bukti betapa "bangsat" dan "keparatnya" para birokrat kita.Di satu sisi,mereka dengan senyum manis memperjuangkan "aspirasi" rakyat jika itu menguntungkan posisi mereka dan seakan buta serta tuli jika apa yang diteriakan mengganggu stabilitas politik.Hal inilah yang terjadi di Kendari dimana sodara-sodara kita menjadi korban "pendidika ala anjing" yang diberikan kepada manusia-manusia yang sudah kehilangan otaknya sama sekali.
Walikota Tangerang dengan munafiknya mengatakan bahwa ini semua adalah yang dinginkan oleh rakyat Tangerang tetapi pertanyaannya kemudian apa benar seperti itu yang dinginkan?Bukannya soal Dewi Persik merupakan sebuah pilihan kepada manusia di sana,apakah ingin terangsang atau lebih memilih untuk menghindar?
Retorika-retorika busuk para "bikrokrat anjing" memang sudah sangat keterlaluan.Lantas dengan begitu,apakah kita masih bisa percaya kepada janji-janji manis mereka,kepada kebohongan yang mereka berikan,racun-racun melalui kebijakannya yang mengebiri tidak saja kelakuan kita tetapi juga intelektualitas?Masihkah mereka berguna ataukah mereka tidak lebih dari anjing-anjing penjilat yang digunakan sebagai alat untuk menindas kita??
Bagaimana jika kita memikirkan solusi lain misalnya dengan meruntuhkan atau ekstrimnya menghancurkan "penyebab" kita tertindas?
Lain Tangerang lain pula dengan yang terjadi di Yogyakarta.Feodalisme berbalut "kebudayaan" telah membuat rakyat Yogya seakan buta bahwa proses demokrasi harus tetap dilaksanakan.Permintaan bahwa Sri Sultan yang Agung harus menjadi Gubernur untuk tetap menjadikan Yogyakarta menjadi Istimewa direspon ,tentu saja, positif oleh orang-orang bermental "feodal".Dengan dalih ,sekali lagi, itu adalah suara rakyat makanya harus betul-betul diperhatikan...
Di sini saya hanya bisa bilang bahwa apa yang terjadi di atas merupakan bukti betapa "bangsat" dan "keparatnya" para birokrat kita.Di satu sisi,mereka dengan senyum manis memperjuangkan "aspirasi" rakyat jika itu menguntungkan posisi mereka dan seakan buta serta tuli jika apa yang diteriakan mengganggu stabilitas politik.Hal inilah yang terjadi di Kendari dimana sodara-sodara kita menjadi korban "pendidika ala anjing" yang diberikan kepada manusia-manusia yang sudah kehilangan otaknya sama sekali.
Walikota Tangerang dengan munafiknya mengatakan bahwa ini semua adalah yang dinginkan oleh rakyat Tangerang tetapi pertanyaannya kemudian apa benar seperti itu yang dinginkan?Bukannya soal Dewi Persik merupakan sebuah pilihan kepada manusia di sana,apakah ingin terangsang atau lebih memilih untuk menghindar?
Retorika-retorika busuk para "bikrokrat anjing" memang sudah sangat keterlaluan.Lantas dengan begitu,apakah kita masih bisa percaya kepada janji-janji manis mereka,kepada kebohongan yang mereka berikan,racun-racun melalui kebijakannya yang mengebiri tidak saja kelakuan kita tetapi juga intelektualitas?Masihkah mereka berguna ataukah mereka tidak lebih dari anjing-anjing penjilat yang digunakan sebagai alat untuk menindas kita??
Bagaimana jika kita memikirkan solusi lain misalnya dengan meruntuhkan atau ekstrimnya menghancurkan "penyebab" kita tertindas?
0 komentar:
Posting Komentar